Senin, 25 Juni 2012

WISATA BUDAYA MELAYU KABUPATEN LINGGA

Kabupaten Lingga yang beribu kota di Daik Lingga dibentuk menjadi sebuah kabupaten sesuai dengan Undang-undang RI Nomor. 31 tanggal 18 Desember 2003 terletak dibagian timur Provinsi Kepulauan Riau memiliki letak geografis sangat strategis. Sebelah selatan dengan laut Bangka dan Selat Berhala; sebelah utara berbatasan dengan kota Batam dan Laut Cina selatan dan sebelah timur berbatasan dengan laut Cina selatan.
Luas wilayah daratan dan lautan mencapai 211.772 km2. Wilayahnya terdiri dari 377 buah pulau besar dan kecil. Tidak kurang dari 92 buah diantaranya sudah dihuni dan sisanya 285 buah walaupun belum berpenghuni sebagian sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, khususnya usaha perkebunan.
Kabupaten Lingga memiliki kekayaan alam yang luar biasa, dengan berbagai keragaman dan potensi. Sektor pariwisata sebagai salah satu aset ekonomi Kabupaten Lingga mempunyai arti penting bagi perekonomian daerah, karena didominasi oleh aset-aset kekayaan alam berupa jumlah pulau-pulau kecil dan pantai tersebar di setiap pulau, tanah pertanian yang subur, pegunungan yang hijau, sehingga menjadikan pengembangan pariwisata Lingga terkait erat dengan aspek pelestarian lingkungan alam.
Beberapa daya tarik wisata bahari kabupaten Lingga yang terkenal diantaranya adalah Pantai Pasir panjang, Pantai Pasir Pandak, Pantai Dungun, Pantai Serim, Pantai Batu Berdaun, pantai Sergang dan Pantai Pulau Pena’ah.
Selain memiliki pontensi wisata alam, juga memiliki potensi peningggalan sejarah ( Heritage ) dan Budaya (Living culture) yang dapat dikembangkan sebagai atraksi pendukung. Peninggalan sejarah diantaranya Masjid Az Zulfa, Musium Mini Linggam Cahaya, Masjid Az Zulfa, Museum Mini Linggam Cahaya, Masjid Sultan Lingga, Komplek Makam Keluarga Tumenggung Jamaludin dan Datuk Kaya Montel, Situs Istana Damnah, Replika Istana Damnah, Situs pondasi bilik 44, Benteng Bukit Cening, Benteng Pulau Mepar, Makam yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi. Sedangkan potensi budaya ( living culture )adalah pentas seni bangsawan, Zp[in, joged dangkong, berzanji, pencak silat, orkes melayu, kompang, rebana, upacara tradisional Mandi Syafar.
MANDI SYAFAR
Mandi Syafar adalah suatu kegiatan tradisi yang dilaksanakan sebagian masyarakat melayu Kabupaten Lingga, Kepri. Kegiatan tradisi yang bernuansa islami ini dilaksanakan setiap tahun, tepatnya pada setiap hari Rabu ke – 4 Bulan Syafar Tahun Hijriah. Kegiatan ini telah dilkasanakan secara turun temurun yang berlansung sejak Sultan Lingga Riau yang terakhir, Sultan Abdurrahman Muazamsyah yang memerintah dari tahun 1883 – 1911. Makna mansdi Syafar sebenarnya adalah Intropeksi diri baik jasmani maupun rohani yang didalamnya terkandung mengharapkan ke ridhoan Allah SWT agar diselamatkan dari musibah dan malapetaka serta memohon ampunan – Nya atas segala kesalahan dan kekurangan yang pernah dibuat agar tidak terulang dimasa mendatang. Sedangkan makna sosialnya adalah tetap terjalinnya hubungan silaturahmi antara keluarga di masyarakat yang ditandai dengan kekompakan dan kebersamaan baik ketika dirumah ibadah maupun ditempat pemandian maupun di objek – objek wisata.
RAMPAI SENI BUDAYA MELAYU
Sebagai negri ” Bunda Tanah Melayu “, Kabupaten Lingga tentu memiliki kekayaan corak ragam seni budaya melayu, baik dalam proses mengagngkat kembali ” batang terendam “, melestarikan maupun mengembangkannya yang dikemas dalam satu hajat yang diberi nama RSBM atau Rampai Seni Budaya Melayu yang digelar setiap tahun, tidak saja telah menjadi wadah perhelatan seni budaya melayu yang memikat, tetapi juga dapat menjadi magnet bagi para pelancong yang menyenangi seni budaya melayu untuk datang ke Kabupaten Lingga.
MALAM 7 LIKUR
Malam 7 Likur yang dilaksanakan setiap malam 27 Ramadhan telah menjadi tradisi masyarakat Kabupaten Lingga di mana pada malam itu hampir setiap rumah penduduk menyalakan pelita / lampu teplok di sekitar rumah, jalan dan lorong – lorong, serta banyak juga membangun gerbang berlampu bernuansa islami seperti membuat kaligrafi dan kubah masjid.
SITUS ISTANA DAMNAH
Situs istana Damnah adalah salah satu bangunan yang masih dapat dilihat walaupun hanya reruntuhan, Istana ini dibangun pada tahun 1860 ketika masa Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II (1857-1883 ).
SITUS BILIK 44 DI DAIK
Bangunan pondasi ini direncanakan oleh Sultan Muhhammad Syah (1832-1841 ) dan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Muzzafar Syah (1832-1857 ) yang direncanakan sebagai tempat keluarga Sultan atau sumber lain sebagai tempat penyimpanan berbagai hasil kerajianan. ukuran pondasi Bilik 44 ini sekitar 48×49 meter dan jumlah pondasi ruangan yang baru disiapkan sebanayak 32 buah. Belum selesai pembangunan Bilik ini disebabkan diturunkanya Sultan Mahmud Muzzafar Syah dari tahta kesultanan Lingga Riau pada tanggal 23 September 1857.
MUSEUM MINI LINGAM CAHAYA
Museum Mini Linggam Cahaya dibangun pada bulan Agustus 2002 dan selesai dibangun pada tanggal 7 Mei 2003. Benda-benda budaya dan bersejarah didalam Museum ini telah dinilai oleh Tim Balai kajian sejarah dan nilai-nilai Tradisional dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau yang datang ke Daik Lingga. Diantaranya adalah benda-benda budaya dari bahan kuningan, seperti: paha ( tempat meletakan lauk-pauk ), keto ( tempat membuang sampah/ludah ), bon ( tempat menyimpan jarum/benang/kapur sirih ), dan lain-lain. Kemudian ada juga senjata membela diri dan berburu, alat kesenian tradisional, koleksi uang logam dan kertas, corak ragi tenun dan tekat Melayu, peralatan kerja, ragam tempayan dan botol, aneka pinggan dan mangkok foto-foto pembesar dan lokasi tempo dulu dan masih banyak lagi lainnya yang bisa dilihat di Museum Mini Linggam Cahaya ini.
BENTENG BUKIT CENING DI DAIK
Benteng berukuran 32 m x 30 m ini terletak di Bukit Cening Kampung Seranggung, Daik Lingga, Dibangun pada masa Pemerintahan Sultan Mahmud Syah III ( 1761-1812 ). Di dalam Benteng terdapat 19 Buah Meriam, dua diantaranya bertuliskan angka 1783 dan 1797 serta VOC. Meriam terpanjang berukuran panjang 2,80 m dan berdiameter 12 cm, disebut juga dengan Meriam Tupai Beradu yang diapit kiri-kanan dengan Meriam Mahkota Raja.
BENTENG KUALA DI DAIK
Meriam-meriam pada Benteng Kuala Daik masih banyak yang terbenam. Kuala Daik adalah lalu lintas Sungai Daik yang dulunya sangat dalam dan lebar, sehingga dapat dilewati Kapal Dagang Kerajaan sampai ke Kampung Lingga yang berdekatan dengan lokasi Pabrik Sagu Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah.
MERIAM TEGAK DI DABO SINGKEP
Konon ceritanya ada Seorang Putri dari Kerajaan Lingga berkelahi dengan Pangeran. Karena sesuatu hal, Putri tersebut marah dan menancapkan sebuah Meriam, yang sampai sekarang dapat dilihat di Daerah Pantai Batu Berdaun, namun Meriam tersebut tidak diambil/ dicabut.
MASJID SULTAN LINGGA DI DAIK
Didirikan oleh Sultan Mahmud Syah III di Pusat Kota Daik Lingga pada awal Tahun 1801. Pada mulanya Masjid ini menampung 40 orang, bersamaan di perbaharuinya Masjid Sultan Riau di Penyengat, tempat bernastautinnya kedudukan yang Dipertuan Muda dan Permaisuri pertamanya Engku Hamidah. Masjid Jamik Sultan Lingga inipun diganti dengan Bangunan Beton yang dibangun tanpa tiang sebagai penyangga dan dapat memuat 400 orang jemaah.
PANTAI DUNGUN
Pantai ini terletak di Desa Teluk Kec. Lingga Utara . Di Pantai ini pernah terdampar ” Gajah Mina ” ( Sebutan Penduduk setempat ) Salah satu Makhluk Laut yang ditemukan oleh Penduduk setempat pada Tanggal 13 Januari 2005. Sampai saat ini masih dilakukan Penelitian Ilmiah yang dikerjakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta untuk Mengidentifikasikan Makhluk tersebut. Keseluruhan Tulang dan Sisa-sisa Tulang Makhluk ini dikumpulkan oleh Bapak Umar Sanen ( Pak Cenot ) kemudian diserahkan kepada Museum Mini Linggam Cahaya Daik Lingga pada Tanggal 6 Januari 2006. pengukuran:
- Panjang badan ( dari Ekor ke Kepala ) : 12,4 m
- Panjang Ekor : 1,8 m
-Panjang Gigi/Taring : 2,4 m
-Tebal Kulit : 10 cm, Panjang Sirip : 78 cm, Lebar Sirip : 47 cm
Sumber : http://duniaoutbound.com